BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits atau yang
disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya.
Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak
terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam
beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam
mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.
Hadisdapat disebut
sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena, hadis diriwayatkan oleh
para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. :
من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النا ر
Tidakseperti
Al-Qur'an, dalampenerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW
banyakmengandalkanhafalan para sahabatnya, dan hanyasebagiansaja yang
ditulisolehmereka. Penulisanitupunhanyabersifat dan untukkepentinganpribadi.
Dengandemikian, Hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang
kemudianditerimaoleh para tabi'in, memungkinkanditemukanadanyaredaksi yang
berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannyasesuaiatausamabenardenganlafadz
yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanyasesuaimaknaataumaksudnyasaja,
sedangkanredaksinyatidaksama.
Atas dasar itulah, maka
dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus dilakukan adalah dengan
meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada siapa Hadits itu), untuk
mengetahui apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita tinggalkan. Oleh karena
untuk memahami Hadits secara universal, diantara beberapa jalan, salah satu
diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi kuantitas atau dari segi
kualitasnya.
Berangkat dari hal
tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau dari kuantitas atau
kualitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits ditinjau
dari kuantitas atau kualitasnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
macam-macam hadits dilihat dari segi kualitas?
2.
Bagaimana
macam-macam hadits dilihat dari segi kuantitas?
1.3
tujuan
1.
Untuk
mengetahui dan memahami macam-macam hadits dilihat dari segi kualitas
2.
Untuk
mengetahui dan memahami macam-macam hadits dilihat dari segi kuantitas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Macam-macam Hadits dilihat dari Segi Kualitas
Ditinjau dari segi nilainya ( kualitasnya), hadits itu dapat dibagi menjadi
tiga macam yakni :
1. Hadits shahih
Sahih secara etimologi
adalah lawan dari saqim (sakit), sedangkan dalam istilah ilmu hadits berarti
hadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi
yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya)
dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.
Yang dimaksud dengan
hadits shahih menurut Muhadditsin ialah hadits yang dinukilkan (diriwayatkan)
oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak
berillatdan tidak janggal.
Syarat-syarathaditsshahih :
1. Rawinyabersifatadil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tidak putus
4. Hadits itu tidak berillat
5. Tidak syadz atau janggal.
Para ulama membagi
Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li
ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan atau
ingatan perawinya kurang sempurna.
a) Hadits sahih li-dzatih
Yang dimaksud dengan sahih li-dzatih
ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan sahih, khususnya
yang berkaitan dengan kurang sempurna pada hadits sahih li ghairih. Sehingga
dengan demikian bisa dikatakan bahwa, sebenarnya hadits shahih bagian ini
asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits li dzatih.
Contoh :
عِنْدَبِاالسِّوَاكِتَهُمْلَامَرْاُمَّتِيعَلَيأَشُقَّأَنْلَالَو كُلِّ
صَلاَةٍ ْ( رواه البخا ري )
“ Seandainya tidak
memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan ber-siwak setiap kali hendak
melaksanakan salat “.( H.R Bukhari)
b) Hadits Shahih li-ghairih
“ Hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang Hafidh dan dlabith tetapi mereka
masih terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu di
dapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat
menutupi kekurangan yang menimpanya itu “.
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh nafsu. Sedangkan hadits Hasan menurut
istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya..
Menurut At-Turmudzy
Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh
dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu di riwayatkan
tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.
Sedangkan menurut
Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan
ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh
ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta
kejanggalan pada matannya”
Sebenarnya perbedaanantaraHaditsShahihdan Hasan itu,
terletakpadasyaratkedlabithanrawy. YaknipadaHadits Hasan,
kedlabithannyalebihrendah( tidakbegitubaikingatannya ), jika di
bandingkandenganHaditShahih. Sedangsyarat-syaratHaditsShahih yang
lainmasihdiperlukanuntukHadits Hasan.
Dengan kata lain, syarathaditshasandapat di rincisebagaiberikut :
1.Sanadnyabersambung..
2.Perawinya adil.
3.Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan
perawi hadits shahih.
4.Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
5.Tidak ada illat ( cacat )
Hadits hasan itu dapat
di bagi menjadi dua yaitu :
a) Hadits hasan lidzatihi
Hadits Hasan Lidzatihi
ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya
tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits
shahih.
b). Haditshasanlighairihi
haditshasanlighairihiialah
:
الْحَسَنُ لِغَيْرِهِ
هُوَ الَّضّعِيْفُ اِذَا تَعَدَّدَتْ طُرُقُهُ وَلَمْ يَكُنْ سَبَبُ ضُعْفِهِ
فِسْقُ الرَّاوِى اَوْكَذْبِهِ
“haditshasanlighairihiialahhaditsdha’ifdimanajumlahperawi
yang
meriwayatkannyabanyaksekalidansebabkedha’ifannyatidakdisebabkankefasikanperawiatau
orang yang tertuduhkuatsenangberlakubohong”.
Maksudnyaadalahhaditsdha’ifdimanasistemperiwayatannyasebagaisyaratkeshahihan,
banyak yang tidakterpenuhi, tetapimerekadikenalsebagai orang yang
tidakbanyakberbuatkesalahanatauberlakudosadan para perawibanyakmeriwayatkannya,
baikmenggunakanredaksi yang samamaupun yang adakemiripan.
3. Hadits Dla’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz =
yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan hadits dha’if menurut
istilah , para ulama’berbeda-beda dalam susunan redaksinya, tetapi substansi
dari definisi tersebut adalah sama, diantaranya:
a). al-Nawawiy
الْحَدِيْث الضَّعِيْفُ هُوَ مَالَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ شُرُوْطٌ مِنْ شُرُوْ طِ
الْحَسَنِ
“Hadits yang
didalamnyatidakditemukansyarat-syarat yang wajibadadalamhaditsshahihdanhasan”
b) Thahhan
هُوَ مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَةَ الْحَسَنِ بِفَقْدِ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِهِ
“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib ada dalam
hadits hasan disebabkan tidak adanya satu syarat yang menjadi syarat-syarat
hadits hasan”
c). Nur Din ‘Itr
الْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ
هُوَ مَا فَقُدَ شَرْطَا ِنْ شُرُوْطِ الْحَدِ يْثِ الْمَقْبُوْلِ
hadits yang
didalamnyatidakditemukansatusyaratdarisyarat-syarathadits yang diterima (maqbul).
d). Ajjaj al-khathibi
الْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ
هُوَ كُلُّ حَدِ يْثٍ لاَ تَجْتَمِعُ فِيْهِ صِفَةُ الْقَبُوْلِ
hadits dha’if adalah
hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat maqbul.
Dari beberapa definisi id atas,
dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah hilang satu syarat dari
sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan, maka status hadits
tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat yang hilang
sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak memiliki daya
ingatan kuat dan ada kejanggalan atau cacat.
Contoh hadits dho’if yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur
Syu’bah, dari ‘Asyim bin Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari
ayahnya, tentang maskawin seorang wanita yang berupa sepasang sandal, lalu
Rasulullah saw bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ
اللّه : " اَرَضِيْتِ مِنْ نَفْسِكَ
وَمَا لِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟.قَا لَتْ"نَعَمْ" فَأَ جَا زَهُ
“berkata Rasulullah SAW :
apakah kamu ridha (senang) menerima maskawin berupa sandal ?. lalu wanita itu
menjawab, iya, kemudia beliau meloloskan ( menikahkan ) nya.
2.2 Macam-macam Hadits dilihat dari Segi Kuantitas
Dalam mengungkapkan pembagian hadis dari segi
kuantitas sanadnya maka para ulama hadis (Muhhaddisin) membaginya
menjadi dua macam :
1) Hadis Mutawatir
a. Pengertian
Kata mutawatir menurut
lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang datang kemudian,
beriring-iringan atau berturut-turut satu dengan yang lain.
Sedangkan
menurut istilah ialah
ا لّذ ي رواه جمع كثير لا يمكن توا طؤهم على الكذب عن
مثلهم انتهاءالسّند و كان مستندهم الحسّ
Arti: “hadits yang diriwayatkan
oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak
awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan pada pancaindera”.
Berdasarkan defenisi di atas dapat kita
pahami bahwa hadis mutawatir adalah hadis yang bersifat indrawi yang
diriwayatkan oleh banyak orang pada setiap tingkatan sanadnya, yang secara
tradisi dan akal sehat mustahil mereka besepakat untuk berusta dan memalsukan
hadis.
b. Syarat-syarat Hadits Mutawatir
1) Diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak
Bilangan
para perawi hadis harus mencapai jumlah yang menurut tradisi
mustahil untuk besepakat untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat untuk untuk
berdusta.
Abu
Thayib menentukan
sekurang-kurangnya 4 orang. hal tersebut diqiyaskan dengan jumalah saksi yang
diperlukan oleh hakim.
Ashabus
Syafi` menentukan
minimal 5 orang. hal ini diqiyaskan dengan jumlah para
Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
Sebagian
ulama menetapkan 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang
telah difirmankan Allah tentang orang-orang mu`min yang tahan uji, yang dapat
mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang ( Q.S Al-Anfal :65)
2) Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
Jumlah
banyak orang pada tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad. Jika
jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak
dinamakan mutawatir tetapi dinamakan ahad. Persamaan
jumlah para perawi tidak berarti harus sama jumlahya, mungkin saja jumlahnya
berbeda namun nilainya sama. Misalnya, pada awal tingkatan 10 orang, tingkatan
berikutnya 20 orang, 40 orang dan seterusnya. Jumlah seperti ini tetap
dinamakan sama dan tergolong mutawatir.
3) Mustahil bersepakat untuk berbohong
Misalnya
para perawi dalam sanad itu memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik
Negara, jenis dan pendapat yang berbeda pula. Sehingga dengan jumlah seperti
ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan untuk berbohong dan
memalsukan hadis. Pada masa awal pertumbuhan hadis, memang tidak bisa
dianalogikan dengan jaman sekarang ini, di samping kejujuran, dengan daya
memori mereka yang masih handal sehingga sangat sulit besepakat untuk berbohong
dalam suatu periwayatan.
Salah
satu alasan pengingkar sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian
jumlah banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena masih memungkinkan untuk
bersepakat berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan dengan
realita dunia sekarang dimana kejujuran tidak bisa dipertanggungjawabkan,
apalagi hal itu berada dalam bingkai politik dan lain-lain. Oleh sebab itu
sehingga para pengingkar sunnah menolaknya, karena sekalipun sudah mencapai
jumlah yang banyak tetapi masih memungkinkan terjadinya kesepakatan untuk
berbohong.
4) Sandaran berita itu pada panca indera.
Yang
dimaksudsandaran panca indera adalah berita tersebut didengar atau dilihat oleh
pemberitanya, tidak disandarkan pada logika atau akal sebagaimana sifat barunya
alam, berdasarkan kaedah logika; setiap yang baru itu berubah. Baru artinya
sesuatu yang diciptakan bukan wujud dengan sendirinya. Sehingga apabila hadis
itu logis atau tidak inderawi. Sandaran berita pada panca indera misalnya
ungkapan:
Sami`na (kami mendengar) dari Rasulullah
bersabda begini
Ra`aina (kami melihat ) Rasulullah
melakukan begini dan seterusnya.
c. Hukum Hadits Mutawatir
Hadis
mutawatir memberikan fadah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya
secara bulat sesuatu yang diberitahukan karena ia memberikan keyakinan yang
qat`i (pasti) dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan sdikitpun bahwa
Rasulullah saw, betul-betul menyabdakan atau mengerjakan
sesuatu seprti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa penelitian rawi-rawi hadis mutawatir tentang
keadilan dan kedhabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas atau jumlah
rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat
untuk berbohong. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima
dan mengamalkan semua hadis mutawatir.Tidak ada perselisihan dikalangan para
ulama tentang keyakinan faedah hadis mutawatir ini. Al-Hafidz mengatakan:
khabar mutawatir member faedah dharuri, seseorang harus
menerima dan tidak apat menolaknya.
Seseorang
yang mengingkari ilmu dharuri yang dihasilkan dengan
periwayatan mutawatir sama halnya dengan mengingkari ilmu dharuri yang
dihasilkan dengan penglibatan panca indera. Karena dengan jumalah banyak perawi
yang tidak memungkinkan sepakat untuk berbohong itu sudah cukup dijadikan alat
untuk mencapai tujuan akhir atau untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu hadis
yang merupakan sumber syari`ah Islam. Oleh karena itu, penelitian sifat-sifat
perawi mutawatir tidak diperlukan sebagaimana hadis Ahad.
d. Macam-macam Hadits Mutawatir
Para
ulama hadis membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam, yaknimutawatir
lafzhi, mutawatir ma`nawidan mutawatir amali.
1. Mutawatir Lafzhi
Mutawatir
lafzhi menurut
Nur Ad-Din Atsar adalah:“Hadis yang mutawatir dalam satu lafadh”.
Sedangkan
menurut Muhammad At-Tahhan:
ماتواترلفظه ومعناه
“Hadis
yang mutawatir lafadh dan ma`nanya”.
Dan
menurut Tawjih An-Nadzar adalah:
“ Hadis yang sesuai lafal para perawinya, baik
menggunakan satu lafal atau lafal lain yang sama makna dan menunjukkan kepada
makna yang dimaksud secara tegas”.
Contoh
mutawatir lafzhi :
من كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النار
“ Barang
siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya dari api neraka”.(HR.Bukhari,
Muslim, Ahmad, At-Tirmizi, An-Nasa`i, dan Abu Daud)
2. Mutawatir Ma`nawi
Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai berikut:
ما اجتلفوا في لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى كليّ
Hadis
yang berbeda lafal dan maknanya, tetapi kembali kepada satu makna yang umum.
Dari
defenisi di atas, maka mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir pada makna,
yaitu beberapa riwayat yang berlainan tetapi memiliki makna yang sama atau satu
tujuan. Misalnya, Hatim diriwayatkania memberi seseorang seekor unta,
periwayatan lain ia memberi seekor kuda dan riwayat lain pula ia memberi hadiah
dinar. Maka disimpulkan makna periwayatannya bahwa ia seorang dermawan.
3. Mutawatir Amali
Sebagian
ulama memberikan defenisi mutawatir amali sebagai berikut:
ما علم من الدّ ين با لضرورة وتواتر بين المسلمين أن
النبيّ صلى ا الله عليه وسلّم فعله أو أمر به أو غير ذلك
“sesuatu
yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir antara kaum
muslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan atau selain itu”.
Dengan
demikian hadis mutawatir amali adalah hadis mutawatir yang
menyangkut perbuatan Rasulullah saw. Yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan
oleh orang banyak, untuk kemudian dijadikan contoh pada generas-generasi
berikutnya. Misalnya hadis tentang shalat.
Kitab-kitab
tentang hadis mutawatir antara lain:
· Al-Azhar
Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuthi
· Qahtful
Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.
· Al-La`ali
Al-Mutanatsirah filAhadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad
bin Thulun Ad-Dimasyqi
· NazhmulMutanatsirahminal
Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja`far Al-Kittani
2) Hadis Ãhãd
a. Pengertian
Ãhãd merupakan jamak dari ahad dengan
makna satu atau tunggal. Sedangkan menurut istilah menurut ulama Hadis
Aahaad adalah
الخبر الذي لم تبلغ نقلته فى ألكثرة مبلغ الخبرالمتواتر
سواءٌ كان المخبر واحدا أواثنين أو ثلاثة أو أربعة أو جمسة إلى غير ذلك من
الأعدادالّتي لاتشعر بأنّ اخبر دخل بها في خبرالمتوات
Khabar yang tiada sampai jumlah banyak pemberitanya
kepada jumlah khabar mutawatir, baik pengkhabar itu seorang, dua, tiga, empat,
lima dan seterusnya dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa
khabar itu dengan bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir”.
Dengan pengertian di atas sehingga hadis aahaad member
faedah ilmuNazhari, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan
pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit memiliki
sifat-sifat kreadibilitas yang mampu dipertanggungjawabkan atau tidak. Hadis
inilah yang memerlukan penelitian secara cermat apakah apakah para
perawinya adil atau tidak, dhabith atau tidak, sanadnyabersambung atau tidak,
sehingga dapat menentukan tingkat kualitas suatu hadis apakah ia
shahih, hasan atau dha`if.
b. Pembagian Hadits Ahad
Hadis
Aahaad terbagi menjadi 3 macam yaitu: Masyhur, `Aziz dan Gharib.
a. Hadis Masyhur
Masyhur
menurut bahasa adalah tenar, terkenal atau menampakkan.
Dalam istialh hadis masyhur terbagi menjadi dua macam yaitu:
1) Masyhur Ishthilaahi.
“Yaitu hadis
yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada setiap tingkatan
(tabaqaqh) sanad dan belum mencapai tingkat mutawatir”.
Contoh
hadis :
“ sesungguhnya
Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba,
tetapi akan melepaskan ilmu dengan dengan mengambil para ulama, sehingga
apabila tidak terdapat serang yang alim maka orang yang bodoh akan
dijaikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka
sesat dan menyesatkan”.
Hadis
ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yaitu Ibnu Amru, Aisyah dan Abu
Hurairah. Dengan demikian hadis ini masyhur dikalangan sahabat, karena terdapat
tiga orang sahabat yang meriwayatkannya, sekalipun dikalangan tabi`ian lebih
dari tiga orang tapi tidak mencapai tingkat mtawatir.
2)
Masyhur
Ghayr Ishthilahi
Hadis MasyhurGhayrIshthilahiadalah
hadis yang popular atau terkenal dikalangan kelompok atau golongan tertentu,
sekalipun jumlah perawinyatiak mencapai tiga orang atau lebih.
b. Hadits `Aziz
`Aziz
secara bahasa berarti sedikit atau langka, atau
berarti kuat. Hadis diberi nama`aziz
karena
sedikit atau langka adanya.
Dari
segi istilah terdapat beberapa defenisi antara lain adalah
“ hadis
yang tidak diriwayatkan kurang daridua orang disemua tingkatan (tabaqah)
sanad”.
contoh
hadis `aziz:
لايوءمن أحدكم حتىّ أكون أحبّ إليه من نفسه من ولده
ووالده والنّاس أجمعين (متفق عليه)
“hadis
diriwayatkan dari Abu Hurairahra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: tidak
beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai dari pada orang
tuanya, anaknya dan manusia semuanya”.(HR.Muttafaq `Alaih)
Hadis ini
diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu Hurairah.Kemudian Anas
memberitakan kepada dua orang yaitu Qatadah dan Abdul Aziz ibnShuhaib.Qatadah
memberitakan pula kepada dua orang yaitu Syu`bah dan Sa`id. Dan Abdul Aziz
memberitakan pula kepada dua orang yaitu Ismail ibn Ulaiyah dan Abdul Waris.
c. Hadis Gharib
Gharib
menurut bahasa berarti “menyendiri” atau “ jauh dari
kerabatnya”. menurut istilah ialah “ hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya”.
Ibnu
Hajar mendefenisikan sebagai berikut:
“hadis
yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana
saja penyendiriansanaditu terjadi”.
Dilihat
dari bentuk penyendirian rawi, hadis gharib terbagi menjadi dua macam:
a).
Gharib Mutlak
Gharib
mutlak yaitu “
hadis yang garabah-nya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad. Pokok
sanad adalah ujung sanadyaitu seorang sahabat”.
Pokok
sanad atau disebut asal sanad karena sahabat yang menjadi referensi utama dalam
periwayatan hadis meskipun banyak jalan dan tingkatan dalam sanad. Contoh hadis
Nabi saw.
عن عمرابن الخطّاب رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم يقول: انّما الاعمال با لنّيات و انّما لكلّ امرئ ما نوى
(رواه البخارى ومسلم وغرهما)
“ Sesungguhnya
amal itu tergantung dari niatnya,…….”
Hadis
ini hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab saja. Kemudian
diriwayatkan oleh Al-Qamah bin Waqqash kemudian Muhammad bin Ibrahim. Dengan
demikian hadis tersebut gharib mutlak karena hanya Umar bin
Khattab saja yang meriwayatkan dari kalangan sahabat.
b).
Gharib Nisbi
Gharib
nisbi yaitu apabila keghariban (perawi satu orang ) terjadi pada
pertengahan sanad bukan pada awal sanadnya. Maksudnya satu hadis yang
diriwayatkanoleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari
semua perawi itu hadis ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang
mengambil dari para perawi tersebut.
Adapun
berbagai kegharibanatau ketersendirian yang dianggap sebagai gharibnisbi adalah
sebagai beikut:
· Seorang
perawi terpercaya secara sendiriran meriwayatkan hadis (muqayyad bi
ats-tsiqah)
· Seorang
perawi tertentu meriwayatkan secara sendiriran dari seorang perawi tertentu
pula (muqayyad `alaar-rawi)
· Penduduk
negeri atau penduduk daerah secara tersendiri meriwayatkan hadis (muqayyad
bi al-balad).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di
atas maka dapat disimpulkan hadis
ditinjau dari kuantitas dan kualitas sanadnya sebagai berikut :
1. Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits
mutawatir dan hadits ahad
2. Hadits mutawatir terbagi menjadi tiga
macam yaitu: mutawatir lafzhi, mutawatir ma’nawi, dan mutawatir
‘amali
3. Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi tiga yaitu: masyhur, ‘azis,
gharib (gharib mutlak dan gharib nisbi)
4. Hadits ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi tiga, yaitu hadits
shahih, hadits hasan, dan hadits dha’if.
5. Sedangkan pengklasifikasian hadits dha’if berdasarkan cacat pada ke-adil-an dan
ke-dhabit-an rawi dibagi antara lain: hadits maudhu’, hadits
matruk, hadits munkar, hadits syadz. Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan
gugurnya rawi, terbagi menjadi:hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits
mursal, hadits munqathi, hadits mudallas.
DAFTAR PUSTAKA
‘Ajaj
al-Khatib., Muhammad 1998. terj: Qodirun
Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushulul Hadits: Pokok-Pokok Ilmu Hadits, Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Ajaj
al-Khotib, Muhammad.Ushulu al-Hadisi : Ulumuhu wa Musthalahuhu. Dar
al-Manarah : Jeddah, Makkah
Ahmad, Muhammad dan M. Mudzakir. 2000. UlumulHadits. PustakaSetia:
Bandung.
Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadits.PT Raja Grafindo Persada,:Jakarta.